Selasa, 14 April 2009

Smile

Senyum

beberapa waktu yg lalu saya menjumpai seseorang yg sedikit banyak mengingatkanku pada diriku di masa lalu. Pasti semua yg mengenalku tentu tahu jika saya ini orangnya pemarah dan kaku. Dan karena sifat itu, saya juga jadi sosok orang yang jarang tersenyum. Cool kalo kata orang.


Seiring berjalannya waktu, saya menyaadari kalau Rasululloh sama sekali bukan orang yg cool atau dingin. Justru sebaliknya. Justru orang-orang yg getol memusuhi Islam lah yg memiliki penampilan dingin. Bahkan seorang algojo atau juru penggal dalam Islam pun (dalam pelaksanaan hukum syari'ah), orang-orangnya murah senyum. Tidak seperti imej yang digambarkan oleh dunia barat. Sama sekali tidak. Karena algojo merupakan pekerjaan untuk orang-orang pilihan. Orang-orang yang benar-benar mampu untuk menata hati dan pikirannya.


Seiring dengan berjalannya waktu pula, saya belajar untuk lebih banyak tersenyum dan bersabar. Saya menyadari jika cool itu tidak dianjurkan dalam syari'ah. Sunnah Rasululloh adalah untuk banyak tersenyum. Senyum juga merupakan sedekah. Karena dengan kita tersenyum, orang lain yang melihat kita juga merasa senang. Mereka kan merasa lebih dihargai jika senantiasa melihat kita tersenyum ketika berinteraksi dengan mereka. Saya juga tidak mau disamakan dengan musuh-musuh Islam yang senantiasa mempertahankan ke-cool-an mereka. Toh cool itu menguras tenaga. Kenapa musti mati-matian dipertahankan? Seseorang yang kukenal sampai memiliki penyakit sesak nafas karena mempertahankan ke-cool-annya.


Seseorang yang berpenampilan kurang menarik (jelek fisiknya), jika dia banyak tersenyum, dia kan terlihat menarik. Kehangatan pribadinya terpancar dari ekspresi mukanya yang selalu cerah ceria. Dalam pelatihan awal sebelum pengkaderan dalam Hizbuth Tahrir, ada aturan yang harus dilaksanakan oleh para pesertanya. Yaitu 3-3-7, atau 3cm bibir senantiasa ditarik ke samping kiri, 3cm ke kanan, dan 7cm ke atas dan bawah.


Dengan senyum pula saya menyadari jika kita bisa terlihat lebih muda. Foto terbaru saya dengan foto saya 4-7 tahun lalu ketika masih di Bandung tidak jauh berbeda. Karena semenjak saya biasakan diri untuk tersenyum lebih sering, saya merasa lebih muda. Dulu saya jarang tersenyum, sekarang saya lebih banyak tersenyum. Dan Alhamdulillah saya merasakan sendiri manfaatnya. Baik secara psikologis, maupun secara fisik.


Saya juga merasa lebih PD atau mungkin sudah dalam taraf narsis, ketika saya sudah lebih banyak dan lebih sering tersenyum. Saya jadi merasa lebih PD untuk berpose di depan kamera, atau bahkan foto box meski wajahku ini tidak ganteng. Meski serem, tapi saya merasa lebih ganteng ketika saya terseyum. Tapi dulu, ketika saya masih cool, saya tidak begitu suka berfoto. I'm on denial that my face looks older than my age.


Dengan membiasakan diri untuk tersenyum dengan sepenuh dan segenap hati yang tulus, kita dengan sendirinya juga melatih diri kita sendiri untuk menjadi lebih ikhlas dan sabar. Jauh dari sikap kaku seperti es. Seorang adikku yang jutek (meski cantik) juga bisa berkurang kekakuannya setelah banyak tersenyum. 5 tahun yang lalu, dia orangnya jutek, gampang naik darah, dan juga bisa dibliang punya hobi marah. Lalu sekarang dia menjadi seorang yang lebih banyak tersenyum, lebih luwes, dan juga lebih menyenangkan. Ada satu kepuasan tersendiri ketika kita dengan orang yang kita sayangi bisa sama-sama berubah menjadi lebih baik. Kita menjadi lebih dekat, dan bisa saling menyayangi karena dan untuk Alloh SWT.


Sifat mahal senyuman itu dekat dengan sifat kaku. Setali tiga uang dengan nafsu amarah yang meluap-luap dan tidak terkontrol. Sifat-sifat tersebut seperti gunung es yang kaku dan angkuh. Yang kerap kali menyakiti para pelaut arctic dan menenggelamkan kapal mereka. Bahkan menghilangkan nyawa mereka. Dan es tersebut meski angkuh dan kaku, jika sudah terbelah, pecah, maka dia akan hancur. Tidak akan dengan mudah bisa kembali disatukan. Lain halnya dengan air yang dinamis. Dia bisa merobohkan gedung, menghancurkan besi, atau bahkan gunung es atau btu karang sekalipun. Namun jika dipisahkan, dia juga mudah untuk disatukan. Hanya tinggal di tuang dalam satu wadah yang sama. Maka dia sudah menjadi satu lagi. Dan tentunya sifat sabar, ikhlas, dan murah senyum itu seperti air yang menyejukkan dan memberi kehidupan. Dan dari air pula Alloh menciptakan kehidupan, dari air pula Alloh menciptakan awal mula kehidupan. Seperti yang banyak disampaikan Alloh SWT dalam Al Quran.


Sama seperti sifat mahal senyum, kaku, dan emosional. Jika seseorang menumbuhsuburkan sifat-sifat itu dalam dirinya, dia akan mennghancurkan dirinya sendiri. Baik secara psikologis, maupun secara fisik dari dalam.


Secara psikologis, dia bakal menjadi sosok orang yang tidak menyenangkan dan egois. Dan dalam beberapa kasus, menjadi orang yang ditakuti. Dan saya sendiri mengalaminya, saya sendiri menyadari betapa tidak mengenakkannya menjadi orang kaku dan cool. Capek, dan juga sangat tidak mengenakkan lagi menjadi orang yang ditakuti, itu jika kita masih memiliki dan memakai hati nurani. Bahkan sampai sekarang, imej itu belum sepenuhnya hilang.


Secara fisik, seseorang yang menumbuhsuburkan sifat-sifat itu dalam dirinya, pasti akan mengalami beberapa ganguan kesehatan. Contoh ekstreem bisa kita lihat pada sosok mantan perdana menteri Israel yang sekarang fisiknya sudah sakit-sakitan. Bisa juga kita lihat dalam diri mantan presiden Soeharto. Meski di depan publik terlihat murah senyum, tapi nyatanya banyak dari kebijakan-kebijakannya mencerminkan kekakuan dirinya. Beliau sampai akhir hidupnya didera macam-macam penyakit karena sifat-sifat tersebut.


Jika kita kaku, hormon-hormon yang bersifat positif tidak akan dikeluarkan oleh tubuh dan hormon-hormon yang negatif akan meningkat. Seperti pada postingan saya sebelumnya. Oleh sebab itu dalam ilmu kedoteran terapi secara mental dan psikologis lebih penting daripada terapi fisik. Tubuh kita ini sebenarya memiliki hampir semua yang kita butuhkan untuk menjadi lebih sehat dan untuk melawan penyakit yang melanda kita. Dan karena itu, ada juga terapi medis yang memanfaatkan kemampuan tubuh kita untuk melawan penyakit.


Sebagai analogi, banyak perokok yang hidupnya lebih singkat karena memiliki sifat pemarah dan kaku, juga jarang tersenyum. Namun ada juga sekelompok orang yang juga merokok tapi memiliki umur yang lebih panjang, karena memiliki sifat yang pemaaf, sabar, dan tentunya murah senyum. Namun tentu saja hal ini tidak dapat menjadi justifikasi bagi kita untuk meneruskan kebiasaan merokok. Karena bagaimanapun juga merokok tidak baik bagi kesehatan.


Hal yang serupa juga berlaku dalam dunia kerja. Terutama ketika kita bekerja di satu bidang yang memang bersentuhan dengan orang banyak. Kita dituntut untuk bisa luwes dan tentu saja ramah atau dengan kata lain, murah senyum. Karena manusia adalah makhluk sosial, yang hidup dengan manusia-manusia lain, juga dengan fitrah seorang manusia yang menyukai kedamaian, dan keramahan, tentu saja kita dituntut untuk bisa luwes dalam pergaulan dan tidak kaku. Dan karena itu sudah fitrah dari Alloh, tentu dalam prakteknya juga akan membuat kita merasa lebih baik, meski untuk memulainya terkadang terasa berat, karena kita belum terbiasa.


Jadi jika memang sunnah dari Nabi Muhammad seperti itu, lalu mengapa kita tidak mulai untuk membiasakan diri untuk lebih banyak tersenyum dari sekarang? Mengapa kita tidak memilih untuk menjadi seperti air? Mengapa malah memilih untuk menjadi seperti karang atau gunung es? Adakah lagi alasan untuk menolak fittrah manusia yang memang sudah baik?


Ingat kawan, Islam adalah rahmatan lil alamin, rahmat bagi sekalian alam. Sebagai seorang muslim, kita harus bisa menjadi rahmat bagi sekalian alam. Jika belum bisa, kita mulai dari sekitar kita. Kita mulai dari senyuman untuk orang sekitar kita. Mulai dari sekarang, Mulai dari hal yang paling kecil, Mulai dari sekitar kita. Jadilah orang yang hangat dan ramah bagi setiap orang. Tidak peduli siapa dia, meski dia orang yang kita benci sekalipun. Kita bukan nabi, tapi nabi juga manusia. Nabi bukan malaikat. Nabi Muhammad adalah panutan kita. Kita bisa mencoba sebisa mungkin untuk menjadi seperti beliau. Wallohua'lam bisshowab...




by: Arudatu

jalesveva_2005@yahoo.com

D’Etuva Spaghetti n Pasta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar